TRIBUN-TIMUR.COM -Mantan Kepala Biro Kesejahteraan
Agama dan Pemberdayaan Perempuan (KAPP) Sulsel, Andi Ilham Gazaling
menjadi saksi di persidangan terdakwa kasus dugaan korupsi dana bantuan
sosial (Bansos) Sulsel, Andi Muallim di ruang utama pengadilan Tipikor
Makassar, Jl RA Kartini, Makassar, Senin (28/4/2014). Kasus korupsi dana
bantuan sosial (Bansos) Sulsel ini mengakibatkan kerugian negara
senilai Rp 8,8 milIar.
Senin, 28 April 2014
Minggu, 27 April 2014
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Klik Link Di bawah ini Untuk mendownload "Kitab Undang-Undang Hukum Perdata"
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Klik Link Di bawah ini Untuk mendownload "Kitab Undang-Undang Hukum Pidana"
Kitab Undang-Undang hukum PidanaKamis, 24 April 2014
Kabiro KAPP Pemprov Sulsel Tak Baca Semua Proposal LSM Penerima Bansos dan LSM Penerima Bansos Sulsel Tak Punya Akte Pendirian
Kepala Biro Kesejahteraan Agama dan Pemberdayaan Perempuan (KAPP) Pemprov Sulsel, Sumange Alam menjadi saksi untuk terdakwa Andi Muallim,
di Pengadilan Tipikor, Makassar, Kamis (24/4/2014). Dalam kesaksiannya,
Sumange Alam mengatakan, tidak ada satupun proposal permohonan bantuan
dana bansos yang tidak disetujui.
"Proposal tidak akan disetujui tanpa adanya nota pertimbangan yang
dikeluarkan oleh Kabiro KAPP," ujarnya. Namun Sumange Alam mengakui,
dirinya tidak selalu membaca dan meneliti semua proposal yang masuk.
"Untuk penelitian kelengkapan, kadang-kadang saya baca semua setiap isi
proposal, kadang-kadang tidak saya baca semua," katanya .Sumange Alam mengatakan, proses pencairan dana tersebut sudah sesuai
dengan prosedur namun akte pendirian Lembaga Swadaya Masyarakat yang
mengabil dana itu belum memiliki akte pendirian dan LSM tersebut tidak
pernah ada laporan pertanggungjawabannya..
Selasa, 22 April 2014
Nurlina Sebut Dana Bansos Sulsel Dicairkan Hanya Berdasarkan Proposal LSM
MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM
- Mantan
Kasubag Anggaran Pemprov Sulsel, Nurlina bersaksi dalam sidang terdakwa kasus bansos Sulsel, Andi Muallim, di
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar, Jl RA Kartini Makassar, Kamis
(17/4/2014). Nurlina bertugas mengumpulkan menyusun anggaran APBD. Menurutnya,
rancangan APBD tahun 2008 merupakan anggaran rutin yang menyangkut belanja gaji
dan bantuan sosial.
Nurlina mengatakan, pencairan dana bansos yang diberikan kepada 202 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atas rekomendari dari legislator. Ia mencairkan dana yang sesuai dengan dana yang dituangkan LSM kedalam proposalnya.
"Proses pencairan dana itu setelah disetujui oleh Sekda, kembali ke Kepala Biro pemprov, kemudian kembali Bendahara untuk mencairkan dana itu. Yang mengetik nota pertimbangan pencairan dana itu, saya sendiri. Semua saya kabulkan sesuai dengan pertimbangan," ujar Nurlina.
Pada pencairan dana tersebut, Andi Muallim berperan selaku pengguna anggaran. Andi Muallim juga mendatangani dan menyetujui pencairan dana tersebut dengan menggunakan kwitansi pembayaran dan nota pertimbangan. Selain Andi Muallim yang bertandatangan setiap pemohon juga diwajibkan untuk bertandatangan
Nurlina mengatakan, pencairan dana bansos yang diberikan kepada 202 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atas rekomendari dari legislator. Ia mencairkan dana yang sesuai dengan dana yang dituangkan LSM kedalam proposalnya.
"Proses pencairan dana itu setelah disetujui oleh Sekda, kembali ke Kepala Biro pemprov, kemudian kembali Bendahara untuk mencairkan dana itu. Yang mengetik nota pertimbangan pencairan dana itu, saya sendiri. Semua saya kabulkan sesuai dengan pertimbangan," ujar Nurlina.
Pada pencairan dana tersebut, Andi Muallim berperan selaku pengguna anggaran. Andi Muallim juga mendatangani dan menyetujui pencairan dana tersebut dengan menggunakan kwitansi pembayaran dan nota pertimbangan. Selain Andi Muallim yang bertandatangan setiap pemohon juga diwajibkan untuk bertandatangan
Andi Muallim Menunggu Sidang bersama Tim Pengacara
Terdakwa kasus dugaan korupsi dana Bansos Sulsel senilai Rp 8,8 milyar,
Andi Muallim erdiskusi dengan tim pengacara sambil menunggu sidang di
Pengadilan Negeri, Makassar, Kamis (17/4). Sekprov Sulsel Andi Muallim
ditetapkan sebagai tersangka karena bersama-sama dengan terpidana Anwar
Beddu merugikan keuangan negara. senilai Rp 8,8 miliar.
Agustinus Appang Bersaksi di Sidang Andi Muallim
MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM -Kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (Bansos) dengan terdakwa Andi Muallim
kembali digelar di ruang sidang utama Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
(tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Makassar Jl RA Kartini Makassar, Senin
(21/4/2014) dengan agenda pemeriksaan saksi mantan Kepala Bidang
Anggaran Pemprov Sulsel, Agustinus Appang.
Di depan Majelis
Hakim yang diketuai oleh Maxi Sigarlaki didampingi oleh M Damis dan
Rostansar, Agustinus mengatakan bahwa dana bantuan sosial tersebut
diterima oleh sekitar 200 lembaga sosial kemasyarakatan (LSM).
Hanya saja Agustinus mengaku lupa mengenai persyaratan yang diterapkan
untuk mendapatkan bantuan tersebut. Tak hanya itu ia juga sama sekali
tidak mengetahui nama LSM tersebut yang menerima dana itu.
"Lembaga sosial masyarakat yang menerima bantuan ada lebih 200 lembaga.
Saya lupa syarat memperoleh dana itu secara persis. Yang jelas harus ada
struktur pengurus, sekretariat, dan proposal. Syarat lain saya lupa,"
ujar Agustinus.
Agustinus mengatakan, proses pengajuan dan
pencairan dana bantuan itu hanya berdasarkan proposal yang di disposisi
dari gubernur yang ditujukan pada sekertaris daerah (Sekda), Andi Muallim berupa saran dan pertimbangan
Majelis Hakim: “Lupa” di Sidang Bisa Diancam 12 Tahun Penjara
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar mengancam akan
menghukum saksi dugaan korupsi dana bantuan sosial (Bansos) Pemprov
Sulsel senilai Rp8,8 miliar, Yushar Huduri, karena dianggap berbohong.
"Lupa itu merupakan hal manusiawi, tetapi ketika saudara saksi
menjadikan lupa sebagai alasan dalam kesaksian ini, maka saudara bisa
saja dihukum dengan ancaman minimal tiga tahun penjara atau maksimal 12
tahun penjara," kata pimpinan majelis hakim, Muhammad Damis di Makassar,
Kamis (17/4).
Dia mengatakan, memberikan keterangan palsu, atau menutup-nutupi
kebenaran bisa saja dipidana dengan ancama tiga tahun penjara karena
dianggap turut serta menutup kebenaran.
Karena itu, dirinya meminta semua saksi yang hadir dalam persidangan
itu untuk berlaku kooperatif dalam memberikan kesaksiannya, apalagi
semua kesaksian itu ingin dibuktikan kebenarannya dalam sidang.
"Bagaimana caranya lupa pada hal-hal mudah, apalagi semua yang
dipertanyakan dalam sidang itu sudah ada dalam berkas dakwaan. Kita
menanyakan ulang itu supaya kebenarannya bisa dibuktikan," jelasnya.
Sementara itu, Yushar Huduri dalam kesaksiannya untuk terdakwa mantan
Sekretaris Provinsi Sulsel Andi Muallim datang bersama bawahannya yakni
Andi Nurlina selaku Kepala Sub Bagian Anggaran serta Agustinus Appang
Kabag Anggaran mengakui telah mencairkan Rp8,8 miliar untuk para
legislator Sulsel.
Yushar mengaku jika dalam pencairan anggaran dana Bansos Sulsel yang
telah merugikan keuangan negara itu tidak disertai adanya ketentuan
dalam hal ini peraturan mengenai teknis pencairan tersebut.
"Pada saat pencairan tahun 2008 itu pak hakim, belum ada payung hukum
mengenai teknis pencairan dana banso seperti peraturan gubernur nanti
setelah itu baru ada," katanya.
Sebelumnya, penetapan tersangka baru yakni Sekprov Sulsel Andi Muallim
sebagai tersangka karena bersama-sama dengan terpidana Anwar Beddu
merugikan keuangan negara.
Penetapan Muallim yang merupakan pamong senior di Sulawesi Selatan
bertindak selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) dinilainya turut
bertanggungjawab dalam setiap pencairan anggaran dana Bansos yang telah
merugikan negara itu.
Sejak kasus ini bergulir di kejaksaan, Anwar Beddu dan Andi Muallim
dinilainya telah memperkaya diri sendiri, orang lain ataupun korporasi
yang diperkuat dalam fakta-fakta penyidikan maupun persidangan.
Peranan Muallim yang sebagai kuasa pengguna anggaran itu terbukti telah
menyetujui setiap pencairan maupun pemberian dana bantuan sosial kepada
lembaga penerima diaman lembaga penerima itu tidak berbadan hukum alias
fiktif.
Persetujuan pemberian dana bansos kepada setiap penerima itu dilakukan
tanpa didasari verifikasi terhadap 202 lembaga penerima guna memastikan
kebenaran dan keberadaan lembaga penerima tersebut.
Andi Muallim yang telah menyetujui semua lembaga penerima itu kemudian
langsung diteruskan kepada bendahara dengan mengeluarkan dana bansos
tersebut.
Bendahara sendiri saat mencairkan dan menyerahkan kepada 202 lembaga
penerima itu dinilai lalai karena tidak melakukan penelitian dan
pemeriksaan sehingga merugikan keuangan negara.
Kamis, 17 April 2014
Dana Bansos Dicairkan Atas Rekomendasi Legeslator
Makassar KM-*Kasus dugaan korupsi dengan terdakwa Andi Muallim kembali
di gelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jalan Kartini Makassar
Kamis (16/4). Agenda sidang kali ini adalah mendengarkan keterangan
saksi atas nama Nurlina Mantan Kasubag Anggaran Pemrov sulsel. Dalam
persidangan dia memaparkan bagaimana proses pencairan dana banos.
Nurlina mengatakan, pencairan dana bansos yang diberikan kepada 202
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atas rekomendari dari legislator. Ia
mencairkan dana yang sesuai dengan dana yang dituangkan LSM kedalam
proposalnya.
"Proses pencairan dana itu setelah disetujui oleh Sekda, kembali ke
Kepala Biro pemprov, kemudian kembali Bendahara untuk mencairkan dana
itu. Yang mengetik nota pertimbangan pencairan dana itu, saya sendiri.
Semua saya kabulkan sesuai dengan pertimbangan," ujar Nurlina.
Pada pencairan dana tersebut, Andi Muallim berperan selaku pengguna
anggaran. Andi Muallim juga mendatangani dan menyetujui pencairan dana
tersebut dengan menggunakan kwitansi pembayaran dan nota pertimbangan.
Selain Andi Muallim yang bertandatangan setiap pemohon juga diwajibkan
untuk bertandatangan.
Hakim Perintahkan Jaksa Hadirkan 73 Legislator Bansos
Makassar (ANTARA Sulsel) -
Tim Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Makassar memerintahkan jaksa penuntut
umum (JPU) untuk menghadirkan 73 orang saksi dari kalangan anggota DPRD itu
terkait keterlibatannya dalam dugaan korupsi bantuan sosial (Bansos) Pemprov
Sulsel 2008..
"Karena mengingat banyaknya saksi dari kalangan legislator yakni sekitar 73 orang, maka sidang akan dilakukan dua kali dalam seminggu biar efektif sidangnya," jelas Muhammad Damis di Makassar, Senin.
Dari 73 orang anggota DPRD yang akan dihadirkan dalam persidangan itu sebagai saksi, mayoritas dari DPRD Sulsel dan seorang dari anggota DPRD Makassar yang kebanyakan adalah penerima dana bantuan sosial itu.
Mayoritas saksi dari kalangan pejabat legislasi itu masih aktif hingga saat ini, meskipun sudah ada diantaranya yang sudah tidak aktif lagi menjabat senagai anggota DPRD.
Adapun sejumlah politisi aktif yang diduga ikut mencicipi dana bansos adalah Muhammad Roem, Andre Arief Bulu, Andi Yaqkin Padjalangi, Doddy Amiruddin, Zulkifli, Mukhlis Panauingi dan Burhanuddin Baharuddin yang sekarang menjadi Bupati Takalar
Sementara politisi dari berbagai latar belakang partai atau mantan anggota dewan periode 2004-2009 yang ikut ditelusuri perannya dalam proses pencairan dana bansos yaitu Dan Pongtasik, Arifuddin Saransi, Andi Qayyim Munarka dan Chaedir Arif Kraeng Sijaya.
Bukan cuma itu, masih ada Andi Potji, Zulkarnain, Susi Smita Pattisahusiwa, Natsir DM, Husain Djunaid, Mapparessa Tutu, Roem La Tunrung, Chaerul Tallu Rahim, Syarir Langko, Andi Page Sanrima, Markus
Nari, Ambas Syam, dan Asrullah.
Dalam kasus ini, kejaksaan sudah menyeret dua orang yang dianggap bertanggung jawab yakni Bendahara Pengeluaran Pemprov Sulsel, Anwar Beddu yang sudah divonis bersalah karena mencairkan dana tersebut kepada pihak-pihak yang dianggap tidak berhak menerimanya.
Anwar Beddu sendiri telah menjalani hukumannya itu di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I Gunung Sari Makassar dimana majelis hakim PN Tipikor telah menghukumnya 2 tahun penjara dan denda Rp500 juta.
Selain itu, berdasarkan keputusan Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi dan surat penolakan Pengadilan Negeri atas kasasi Kejaksaan Tinggi Sulsel Nomor 20/Pid.sus/2013/PN.Mks Tanggal 17 Mei 2013, maka
putusan banding PT Tipikor telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) memutuskan Anwar Beddu menjalani putusan tersebut.
Sementara untuk pihak lainnya yang dianggap bertanggung jawab yakni mantan Sekretaris Provinsi Sulsel Andi Muallim yang dimana statusnya sekarang menjadi terdakwa dan kasusnya telah memasuki persidangan.
"Karena mengingat banyaknya saksi dari kalangan legislator yakni sekitar 73 orang, maka sidang akan dilakukan dua kali dalam seminggu biar efektif sidangnya," jelas Muhammad Damis di Makassar, Senin.
Dari 73 orang anggota DPRD yang akan dihadirkan dalam persidangan itu sebagai saksi, mayoritas dari DPRD Sulsel dan seorang dari anggota DPRD Makassar yang kebanyakan adalah penerima dana bantuan sosial itu.
Mayoritas saksi dari kalangan pejabat legislasi itu masih aktif hingga saat ini, meskipun sudah ada diantaranya yang sudah tidak aktif lagi menjabat senagai anggota DPRD.
Adapun sejumlah politisi aktif yang diduga ikut mencicipi dana bansos adalah Muhammad Roem, Andre Arief Bulu, Andi Yaqkin Padjalangi, Doddy Amiruddin, Zulkifli, Mukhlis Panauingi dan Burhanuddin Baharuddin yang sekarang menjadi Bupati Takalar
Sementara politisi dari berbagai latar belakang partai atau mantan anggota dewan periode 2004-2009 yang ikut ditelusuri perannya dalam proses pencairan dana bansos yaitu Dan Pongtasik, Arifuddin Saransi, Andi Qayyim Munarka dan Chaedir Arif Kraeng Sijaya.
Bukan cuma itu, masih ada Andi Potji, Zulkarnain, Susi Smita Pattisahusiwa, Natsir DM, Husain Djunaid, Mapparessa Tutu, Roem La Tunrung, Chaerul Tallu Rahim, Syarir Langko, Andi Page Sanrima, Markus
Nari, Ambas Syam, dan Asrullah.
Dalam kasus ini, kejaksaan sudah menyeret dua orang yang dianggap bertanggung jawab yakni Bendahara Pengeluaran Pemprov Sulsel, Anwar Beddu yang sudah divonis bersalah karena mencairkan dana tersebut kepada pihak-pihak yang dianggap tidak berhak menerimanya.
Anwar Beddu sendiri telah menjalani hukumannya itu di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I Gunung Sari Makassar dimana majelis hakim PN Tipikor telah menghukumnya 2 tahun penjara dan denda Rp500 juta.
Selain itu, berdasarkan keputusan Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi dan surat penolakan Pengadilan Negeri atas kasasi Kejaksaan Tinggi Sulsel Nomor 20/Pid.sus/2013/PN.Mks Tanggal 17 Mei 2013, maka
putusan banding PT Tipikor telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht) memutuskan Anwar Beddu menjalani putusan tersebut.
Sementara untuk pihak lainnya yang dianggap bertanggung jawab yakni mantan Sekretaris Provinsi Sulsel Andi Muallim yang dimana statusnya sekarang menjadi terdakwa dan kasusnya telah memasuki persidangan.
Selasa, 15 April 2014
Kombes Pol Fery Abraham Resmi Jadi Kapolrestabes Makassar
Kombes Pol Wisnu Sandjaja (kanan) melakukan salam komando dengan Kombes
Pol Fery Abraham usai upacara sertijab di Markas Polisi Daerah Sulsel,
Makassar, Selasa (15/4/2014). Kombes Pol Fery Abraham resmi menggantikan
Kombes Pol Wisnu Sandjaja yang sebelumnya menjabat selaku Kepala
Kepolisian Resor Kota Besar (Kapolrestabes) Makassar
Senin, 14 April 2014
Putri Pengacara Disumpah Jadi Notaris Makassar
SUMPAH NOTARIS - Kakanwil Kemenkum HAM) Sulsel, Daniel Biantong, Jumat (19/4/2013) melantik dua notaris baru di Sulsel, Evita Khadijah Rastawaty dan Leoni Augusti Humerah, di Aula Kemenkumham Sulsel, Jl Sultan Alauddin, Makassar.
MAKASSAR, TRIBUN -- Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kakanwil Kemenkum HAM) Sulsel, Daniel Biantong, Jumat (19/4/2013) pagi, melantik dan menyumpah dua notaris baru di Aula Kantor Kemenkum HAM Sulsel, Jl Sultan Alauddin, Makassar.
Dua notaris baru di Sulsel itu perempuan. Evita Khadijah Rastawaty, putri sulung pengacara Tadjuddin Rahman, dilantik dan diambil sumpahnya untuk menegakkan aturan dan etikan kenotariatan di wilayah Makassar.
Notaris kedua untuk wilayah Maros. Namanya, Leoni Augusti Humerah.
Dalam sambutannya, Daniel Biantong, kembali mengingatkan peran penting notaris.
Ikrar sumpah notaris yang juga akan menjadi pejabat pembuat akta tanah ini merupakan pejabat umum yang mendapatkan pendelegasian wewenang dari negara untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sesuai dengan hukum, dan etika ini, juga disaksikan keluarga dekat mereka.
"Alhamudulillah, dua anak saya mengikuti jejak bapaknya untuk bekerja dibidang penegakan hukum," kata Tadjuddin, kepada Tribun, kemarin.
Hadir juga dalam acara itu Majelis Pengawas Notaris di Makassar Dr Ferdinand Siagian, SH, MM, yang juga pejabat eselon di kanwil kemenkum HAM Sulsel
Eksepsi Ditolak, PH Muallim Akan Lakukan Perlawanan
MAKASSAR, TRIBUN-TIMUR.COM - Eksepsi PH terdakwa Andi Muallim
ditolak oleh Majelis Hakim yang diketuai oleh Maxi Sigarl pada
persidangan di Pengadilan Tipikor, Makassar, Jl RA Kartini, Senin
(14/4/2014). Meskipun demikian, pada persidangan berikutnya PH Andi Muallim, Tadjuddin Rahman, akan menguraikan keberatannya untuk melakukan perlawanan.
"Kami berdiskusi dulu dengan klien kami. Apakah kami lakukan perlawanan. Kalau kami lakukan perlawanan, berkas kami pasti dibawa ke Pengadilan Tinggi (PT) untuk diperiksa," ujar Tadjuddin
"Kami berdiskusi dulu dengan klien kami. Apakah kami lakukan perlawanan. Kalau kami lakukan perlawanan, berkas kami pasti dibawa ke Pengadilan Tinggi (PT) untuk diperiksa," ujar Tadjuddin
Jaring Bibit Unggul, UII Kunjungi SMAN 1 Makassar
Peningkatan animo pendaftar Universitas Islam
Indonesia (UII) dalam beberapa tahun terakhir mendorong semakin
pentingnya penjaringan bibit unggul calon mahasiswa baru. Penerapan pola
seleksi Computer Based Test (CBT) online pada SMA terbaik di
berbagai wilayah di Indonesia menjadi salah satu strategi guna
memfasilitasi siswa-siswi berpotensi untuk mendaftar UII.
Demikian disampaikan Wakil Rektor Bidang
Kemahasiswaan dan Kerjasama UII, Ir. Bachnas, M.Sc. dalam kunjungan dan
sosialisasi Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) UII di SMAN 1 Makassar,
pada Sabtu (01/02). “CBT online memberikan kesempatan siswa
mengikuti tes masuk di sekolah yang telah menjadi mitra UII tanpa harus
berkunjung ke kampus UII di Yogyakarta,” ungkapnya.
Sosialisasi tersebut diterima oleh Wakil Kepala Bidang Kurikulum SMAN 1 Makassar, Drs. H. Mukhdar Abdul Gani, dan dihadiri para siswa serta guru BK perwakilan SMA se-kota Makassar. Turut hadir dalam acara tersebut Perwakilan Ikatan Keluarga Alumni (IKA) UII DPD Sulawesi Selatan (Sulsel), Syamsul Arief Siara, SE, dan Direktur Humas UII, Hangga Fathana, S.IP., B.Int.St., M.A.
Bachnas menambahkan, semakin pentingnya penjaringan siswa berpotensi yang mendaftar ke UII ini sejalan dengan perkembangan positif pendaftar UII dari Sulsel. “Pada tahun akademik 2013/2014 lalu, dari sekitar 23.000 pendaftar UII, tercatat 318 pendaftar berasal dari Sulsel. Jumlah ini meningkat jika dibandingkan tahun 2012/2013 sebanyak 273 pendaftar, dan tahun 2011/2012 sejumlah 194 pendaftar,” jelasnya.
Kenaikan jumlah pendaftar tersebut juga semakin mengedepankan segi kualitas dan menjadikan UII sangat selektif dalam menyaring calon mahasiswa. “Tahun 2013/2014 lalu UII hanya menerima 5.034 mahasiswa baru, dengan 70 mahasiswa baru di antaranya berasal dari Sulsel,” ungkap Bachnas.
Sementara itu, pada Jumat (31/01), para alumni UII di wilayah Sulsel bertemu dalam silaturahim dan ramah tamah dengan pimpinan UII. Dalam pertemuan tersebut, alumni menegaskan komitmen mendukung upaya UII menjaring calon mahasiswa berpotensi lewat CBT online di SMAN 1 Makassar. “Langkah ini perlu bersama-sama terus didukung untuk memastikan UII mendapatkan siswa-siswi berpotensi dari wilayah Sulsel,” tegas Ketua IKA UII DPD Sulsel, Tadjuddin Rachman, SH, MH.
Perkembangan positif jumlah pendaftar UII dari Sulsel juga tercatat pada wilayah Kalimantan Tengah (Kalteng). Sebelumnya, Senin (27/1), UII juga melakukan sosialisasi serupa di SMAN 2 Palangkaraya, Kalteng, dihadiri langsung oleh Rektor UII, Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec. dan Direktur Kerjasama UII Fitri Nugraheni, ST, MT, PhD.
Sosialisasi tersebut diterima oleh Wakil Kepala Bidang Kurikulum SMAN 1 Makassar, Drs. H. Mukhdar Abdul Gani, dan dihadiri para siswa serta guru BK perwakilan SMA se-kota Makassar. Turut hadir dalam acara tersebut Perwakilan Ikatan Keluarga Alumni (IKA) UII DPD Sulawesi Selatan (Sulsel), Syamsul Arief Siara, SE, dan Direktur Humas UII, Hangga Fathana, S.IP., B.Int.St., M.A.
Bachnas menambahkan, semakin pentingnya penjaringan siswa berpotensi yang mendaftar ke UII ini sejalan dengan perkembangan positif pendaftar UII dari Sulsel. “Pada tahun akademik 2013/2014 lalu, dari sekitar 23.000 pendaftar UII, tercatat 318 pendaftar berasal dari Sulsel. Jumlah ini meningkat jika dibandingkan tahun 2012/2013 sebanyak 273 pendaftar, dan tahun 2011/2012 sejumlah 194 pendaftar,” jelasnya.
Kenaikan jumlah pendaftar tersebut juga semakin mengedepankan segi kualitas dan menjadikan UII sangat selektif dalam menyaring calon mahasiswa. “Tahun 2013/2014 lalu UII hanya menerima 5.034 mahasiswa baru, dengan 70 mahasiswa baru di antaranya berasal dari Sulsel,” ungkap Bachnas.
Sementara itu, pada Jumat (31/01), para alumni UII di wilayah Sulsel bertemu dalam silaturahim dan ramah tamah dengan pimpinan UII. Dalam pertemuan tersebut, alumni menegaskan komitmen mendukung upaya UII menjaring calon mahasiswa berpotensi lewat CBT online di SMAN 1 Makassar. “Langkah ini perlu bersama-sama terus didukung untuk memastikan UII mendapatkan siswa-siswi berpotensi dari wilayah Sulsel,” tegas Ketua IKA UII DPD Sulsel, Tadjuddin Rachman, SH, MH.
Perkembangan positif jumlah pendaftar UII dari Sulsel juga tercatat pada wilayah Kalimantan Tengah (Kalteng). Sebelumnya, Senin (27/1), UII juga melakukan sosialisasi serupa di SMAN 2 Palangkaraya, Kalteng, dihadiri langsung oleh Rektor UII, Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec. dan Direktur Kerjasama UII Fitri Nugraheni, ST, MT, PhD.
Granat Sulsel: Masyarakat Tidak Bisa Dibohongi, Coba Isap Itu Kalau Benar Tawas!
MAKASSAR, RAKYATSULSEL.COM – Tentang 12 paket serbuk
yang awalnya diduga sabu yang ditemukan dalam tas berwarna merah milik Zelvy
Razak, (41 thn), istri Kapolres Halmahera Utara, AKBP Eka Djunaedi, Rabu dini
hari, (30/10) lalu, perkembangan terakhirnya oleh pihak kepolisian menyebutkan
hanyalah serbuk tawas, mengundang geram ketua Gerakan Nasional Anti Narkoba
(Granat) Sulsel, Tajuddin Rachman.
“Coba polisi suruh para tersangka isap itu serbuk tawas di
depan umum. Apa benar serbuk itu tawas atau sabu. Nanti kita lihat apa yang
terjadi jika yang diisap itu tawas,” tandas advokat senior ini saat
dikonfirmasi, Kamis petang, (7/11).
Disebutkan, keterangan polisi ini selal berubah-ubah terkait
kasus sabu “jadi” tawas ini . “Serbuk 12 paket itu ditemukan dalam tas.
Pertanyaannya adalah, para tersangka itu pedagang sabu atau pedagang tawas.
Sudahlah, masyarakat saat ini tidak bisa dibohongi. Masa’ tawas dibawa
kemana-mana,” kata ketua Granat Sulsel ini lagi.
Tajuddin Rachman juga mengomentari soal hasil tes urine
tersangka Aiptu Anwar Sulaiman dan Zelvy Razak yang disebut negatif. Dengan
tegas dia mempertanyakan keputusan polisi, kenapa ditetapkan sebagai tersangka
kalau memang urinenya negatif, sama halnya barang bukti yang juga disebut
negatif karena hanyalah serbuk tawas.
“Beginilah kalau barang bengkok mau diluruskan, barang salah
mau dibenar-benarkan, kelak pasti akan ketahuan seperti apa akhirnya,” tandas
Tajuddin Rachman.
Seperti diketahui, Zelvy Razak, (41 thn) istri Kapolres
Halmahera Utara, AKBP Eka Djunaedi diamankan tim gabungkan dari Polres Gowa,
Rabu dini hari, (30/10) lalu di kediaman Aiptu Anwar Sulaiman, di jl
Wahidin Sudirohusodo, Kelurahan Batang Kaluku, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten
Gowa. Aiptu Anwar Sulaiman adalah anggota Polsek Tinggi Mocong, Gowa.
Selain 12 paket berisi serbuk diduga sabu yang disita dari
tas Zelvy Razak, saat penggerebekan, polisi juga menyita separangkat alat isap
dan timbangan digital. Perkembangan terakhir, Zelvy Razak ditetapkan sebagai
tersangka bersama Aiptu Anwar Sulaiman. Penetapannya sebagai tersangka,
hanyalah atas pengakuan Aiptu Anwar Sulaiman yang menyebut dirinya kerap menggunakan
sabu bersama Zelvy Razak. Jadi bukan berdasar hasil uji Labfor yang menyebut
negatif
Empat Petinggi UNM Dilaporkan
MAKASSAR -- Setelah sempat didiamkan, sebanyak 30 dari 86 mahasiswa yang
menjadi korban program penyetaraan Pendidikan Jasmani, Kesehatan, dan
Rekreasi (Penjaskesrek) Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) Universitas
Negeri Makassar (UNM) resmi melapor ke Polda Sulsel, Senin, 3 Januari.
Saat melapor, korban didampingi penasihat hukumnya, Tadjuddin Rachman.
Laporan korban dugaan program penyetaraan ilegal itu, diterima Kepala SPK A Polda Sulsel, Inspektur Polisi Dua Mansur S. Para korban tidak melaporkan pengelola program FIK UNM, Abraham Razak. Mereka justru melaporkan Pembantu Rektor I UNM, Sofyan Salam, mantan Kepala BAAK UNM, Satir Mahmud, mantan Dekan FIK, Hasanuddin, dan mantan Ketua Jurusan Penjaskesrek, Baharuddin.
Setelah korban melapor, pengelola program penyetaraan Penjaskesrek FIK UNM, Abraham Razak juga melapor didampingi Tadjuddin Rachman. Usai diterima di SPK, selanjutnya para pelapor dimintai keterangan di ruang penyidik Sat I Direktorat Reskrim Polda Sulsel. Hingga berita ini naik cetak, proses pemeriksaan masih berlangsung.
Menurut Tajuddin Rachman, dia mendampingi eks mahasiswa program penyetaraan FIK UNM lantaran melihat adanya sesuatu yang janggal. Tadjuddin Rachman menilai, yang dirugikan dalam kasus ini adalah 86 mahasiswa program penyetaraan yang telah diwisuda, namun tak kunjung mendapatkan ijazah sarjana.
"Padahal, korban sudah melaksanakan kewajiban membayar uang pendaftaran dan SPP. Uang itu kemudian diserahkan ke biro akademik UNM lalu disetorkan ke bank. Nah, anehnya setelah terbit daftar nilai dan wisuda mereka tidak mendapatkan ijazah. Kalau begini berarti institusi yang bohongi korban," kata Tadjuddin Rachman.
Dengan demikian, lanjut Tadjuddin Rachman, sudah jelas ini merupakan tindak penipuan. Dia pun mengancam akan mengadukan masalah ini ke DPR RI, jika tidak mendapat tanggapan serius petinggi UNM. Sedangkan alasannya mendampingi Abraham Razak, lantaran menilai kliennya itu hanyalah korban.
"Sebab, klien saya itu mengakui sudah menyetorkan semua uang mahasiswa ke birokrat kampus. Kalau sudah begini, tentu saja yang menjadi korban adalah Pak Abraham dan sudah dicemarkan nama baiknya," kata Tadjuddin Rachman.
Salah seorang korban penyetaraan, Zainuddin Dg Situju, mengakui, hanya ingin meminta kejelasan ijazah. Lantaran tidak ada niat baik dari pimpinan UNM, makanya dia bersama rekan-rekannya melaporkan masalah ini ke Polda Sulsel.
"Kami sudah kuliah tiga tahun, kemudian sudah diwisuda tetapi tidak mendapatkan ijazah. Makanya, kami memilih melaporkan kasus ini ke polisi. Kami pun siap membayar kekurangan pembayaran baik pendaftaran maupun SPP jika memang itu menjadi faktor penghambat terbitnya ijazah," ucapnya.
Direktur Reskrim Polda Sulsel, Kombes Pol Syamsuddin Yunus menjelaskan, soal kasus program fiktif FIK UNM ini pihaknya lebihmemprioritaskan memeriksa Abraham Razak, selaku pengelola program. "Kalau temukan tindak pidana lain, maka kami segera menindak lanjuti dengan membuat laporan model C. Kami juga sayangkan, kenapa korban baru melapor setelah kasusnya sudah berproses," jelas Syamsuddin, ketika memberi penjelasan kepada Tajuddin Rahman, selaku penasihat para pelapor.
Laporan korban dugaan program penyetaraan ilegal itu, diterima Kepala SPK A Polda Sulsel, Inspektur Polisi Dua Mansur S. Para korban tidak melaporkan pengelola program FIK UNM, Abraham Razak. Mereka justru melaporkan Pembantu Rektor I UNM, Sofyan Salam, mantan Kepala BAAK UNM, Satir Mahmud, mantan Dekan FIK, Hasanuddin, dan mantan Ketua Jurusan Penjaskesrek, Baharuddin.
Setelah korban melapor, pengelola program penyetaraan Penjaskesrek FIK UNM, Abraham Razak juga melapor didampingi Tadjuddin Rachman. Usai diterima di SPK, selanjutnya para pelapor dimintai keterangan di ruang penyidik Sat I Direktorat Reskrim Polda Sulsel. Hingga berita ini naik cetak, proses pemeriksaan masih berlangsung.
Menurut Tajuddin Rachman, dia mendampingi eks mahasiswa program penyetaraan FIK UNM lantaran melihat adanya sesuatu yang janggal. Tadjuddin Rachman menilai, yang dirugikan dalam kasus ini adalah 86 mahasiswa program penyetaraan yang telah diwisuda, namun tak kunjung mendapatkan ijazah sarjana.
"Padahal, korban sudah melaksanakan kewajiban membayar uang pendaftaran dan SPP. Uang itu kemudian diserahkan ke biro akademik UNM lalu disetorkan ke bank. Nah, anehnya setelah terbit daftar nilai dan wisuda mereka tidak mendapatkan ijazah. Kalau begini berarti institusi yang bohongi korban," kata Tadjuddin Rachman.
Dengan demikian, lanjut Tadjuddin Rachman, sudah jelas ini merupakan tindak penipuan. Dia pun mengancam akan mengadukan masalah ini ke DPR RI, jika tidak mendapat tanggapan serius petinggi UNM. Sedangkan alasannya mendampingi Abraham Razak, lantaran menilai kliennya itu hanyalah korban.
"Sebab, klien saya itu mengakui sudah menyetorkan semua uang mahasiswa ke birokrat kampus. Kalau sudah begini, tentu saja yang menjadi korban adalah Pak Abraham dan sudah dicemarkan nama baiknya," kata Tadjuddin Rachman.
Salah seorang korban penyetaraan, Zainuddin Dg Situju, mengakui, hanya ingin meminta kejelasan ijazah. Lantaran tidak ada niat baik dari pimpinan UNM, makanya dia bersama rekan-rekannya melaporkan masalah ini ke Polda Sulsel.
"Kami sudah kuliah tiga tahun, kemudian sudah diwisuda tetapi tidak mendapatkan ijazah. Makanya, kami memilih melaporkan kasus ini ke polisi. Kami pun siap membayar kekurangan pembayaran baik pendaftaran maupun SPP jika memang itu menjadi faktor penghambat terbitnya ijazah," ucapnya.
Direktur Reskrim Polda Sulsel, Kombes Pol Syamsuddin Yunus menjelaskan, soal kasus program fiktif FIK UNM ini pihaknya lebihmemprioritaskan memeriksa Abraham Razak, selaku pengelola program. "Kalau temukan tindak pidana lain, maka kami segera menindak lanjuti dengan membuat laporan model C. Kami juga sayangkan, kenapa korban baru melapor setelah kasusnya sudah berproses," jelas Syamsuddin, ketika memberi penjelasan kepada Tajuddin Rahman, selaku penasihat para pelapor.
Bayar Rp 200 Juta, Tersangka Korupsi Ini Tidak Ditahan
TEMPO.CO, Makassar
- Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan tidak menahan tersangka korupsi
anggaran gerakan nasional rehabilitasi kakao 2009 di Kabupaten Pinrang
setelah membayar Rp 200 juta.
"Namun itu tidak menghapuskan tindakan pidana yang dilakukan, hanya bisa meringankan saja," kata Asisten Pidana Khusus, Chaerul Amir, Jumat, 20 Januari 2012.
Tersangka dugaan korupsi tersebut, yakni Umar Summang selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Hartati sebagai Ketua Tim Pelaksana Teknis, dan Santianis selaku pimpinan perusahaan rekanan.
Tersangka mengembalikan kerugian negara Rp 200 juta. Pengembalian sebagian kerugian negara menjadi alasan penyidik tidak menahan tersangka.
Chaerul mengatakan tersangka memiliki iktikad baik mengembalikan kerugian negara. Meski jumlah yang dikembalikan jauh dari nilai kerugian yang ditentukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulawesi Selatan. "Kerugian negara mencapai Rp 700 juta. Tersangka saling mengumpulkan hingga mencapai Rp 200 juta," kata Chaerul.
Selain mengembalikan kerugian negara, tersangka juga mengajukan penangguhan penahanan dengan jaminan dari kuasa hukum, Tadjuddin Rachman. "Mereka juga berjanji akan kooperatif sampai berkas perkara dilimpahkan ke pengadilan," ujar Chaerul.
Kuasa hukum tersangka, Tadjuddin Rahman, mengatakan pihaknya menghargai upaya Kejaksaan mengusut kasus ini. Itu sebabnya kliennya bersedia mengembalikan kerugian negara. "Kemampuan mereka hanya segitu (Rp 200 juta). Kalau itu kasus ini terbukti, uang itu akan masuk kas negara," kata pengacara senior tersebut.
Tersangka diduga melakukan penyelewengan alokasi dana rehabilitasi tanaman kakao dengan nilai anggaran Rp 13 miliar. Modusnya melakukan manipulasi dana luas lahan yang ditentukan dalam proyek ini. Mereka juga disangka melakukan permufakatan jahat untuk mengurangi bibit tanaman yang dimanfaatkan untuk peremajaan kakao. Selain itu tersangka juga melakukan pemotongan petani sebesar 20 persen.
TEMPO " TADJUDDIN RACHMAN"
Tadjuddin Rachman, pengacara Tony Gozal berdiri dengan latar belakang gedung yang dibangun di atas tanah sengketa antara Tony Gozal dengan BPN, 1993. [TEMPO]
Langganan:
Postingan (Atom)